Wto Betting – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengusulkan model pengembangan pendidikan literasi di Provinsi Papua Barat Daya (PBD) dengan penerapan metode pendidikan formal, informal dan nonformal guna meningkatkan kompetensi membaca, menulis dan berhitung bagi siswa.
Ketua Tim Riset Kolaborasi BRIN, ProfMuhammad Mulyadi di Sorong, Senin, menjelaskan pendidikan formal berkaitan dengan pendidikan di sekolah dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) guru, kemudian diikuti dengan komitmen guru dan dan sekolah untuk terus meningkatkan kemampuan literasi siswa dengan berbagai penerapan metode ajar yang efektif.
“Jadi mendukung pengembangan pendidikan literasi di Provinsi Papua maka perlu juga dibutuhkan peran aktif dari para penggiat literasi dan dukungan dari elemen tokoh, itu bagian pendidikan informalnya,” kata Ketua Tim Riset Kolaborasi BRIN, ProfMuhammad Mulyadi.
Selain itu penerapan pendidikan nonformal perlu diikutsertakan di dalam pengembangan pendidikan literasi dengan melibatkan peran serta dan dukungan dari lingkungan keluarga.
Sebab, kata dia, persoalan umum pendidikan di Papua Barat Daya yang menjadi tantangan penerapan pendidikan literasi itu terdiri dari rendahnya kecakapan literasi dasar, kemudian keterbatasan guru baik secara kuantitas maupun kualitas, keterbatasan infrastruktur pendukung pendidikan dan persoalan kondisi geografis wilayah.
Persoalan dasar pada pendidikan ini terkuak setelah BRIN dan Badan Percepatan Pembangunan, Riset, dan Inovasi (Bapperida) Provinsi Papua Barat Daya melakukan riset kolaborasi di wilayah itu.
“Persoalan ketidakhadiran guru di sekolah masih tinggi, kemudian masih ada guru yang mengajar tidak sesuai dengan bidang pendidikannya,” jelas ProfMuhammad Mulyadi.
Selain itu, infrastruktur pendukung pendidikan seperti perpustakaan dan buku bacaan jumlahnya masih sangat terbatas, terdapat sekolah di Kabupaten Maybrat yang tidak memiliki gedung sekolah dan akhirnya menumpang di salah satu kantor pemerintah daerah yang bambu atau papan kayu, dan terakhir adalah keterbatasan jaringan internet.
“Ini menjadi tantangan tersendiri sehingga pengembangan literasi di Papua Barat Daya belum maksimal,” katanya.
Persoalan kemampuan literasi dasar terutama membaca, menulis, dan berhitung siswa SD bagi Orang Asli Papua (OAP) kelas awal masih sangat rendah.
“Hasil observasi dan pendalaman dengan siswa kelas I dan kelas II SD di Kabupaten Sorong Selatan, diketahui bahwa kemampuan membaca siswa masih sebatas mengenal huruf, mengeja kata dan membaca beberapa kata sederhana,” ungkap dia.
Ia menjelaskan, data tersebut terkonfirmasi kebenarannya berdasarkan hasil wawancara dengan para penggiat literasi, bupati dan beberapa pimpinan di kabupaten Sorong Selatan, dan Kabupaten Raja Ampat, serta pejabat Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya.
Ketua Tim Riset Kolaborasi ProfMuhammad Mulyadi sangat berharap kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya supaya hasil riset ini benar-benar ditindaklanjuti dengan berbagai kebijakan strategis yang tentunya mengarah kepada kesejahteraan masyarakat.
Menurut dia, melalui riset ini, seluruh data yang diperoleh terkonfirmasi secara absah, karena melalui sumber dan teknik pengumpulan data.
“Sehingga kami berharap dengan hasil riset ini harus diperhatikan di dalam seluruh kebijakan strategis oleh pemerintah setempat,” harap Ketua Tim Riset Kolaborasi.
Solusi konkretnya adalah harus ada intervensi konkret dari pemerintah, kemudian adanya partisipasi aktif dari masyarakat.
“Jadi upayanya adalah harus ada peran kolaborasi dari segala elemen baik pemerintah, masyarakat, LMS, perguruan tinggi, para pebisnis dan elemen penting lainnya,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bapperida Papua Barat Daya, Rahman menjelaskan angka partisipasi sekolah di Kota Sorong sudah cukup tinggi, kemudian lama rata-rata sekolah pun tinggi.
“Sehingga saya pikir di Kota Sorong sudah tidak ada anak sekolah yang tidak bisa membaca dan menghitung,” katanya.
Dia menyebutkan, daerah tertinggal di Papua Barat Daya terdiri dari tiga daerah yakni Kabupaten Sorong, Sorong Selatan dan Tambrauw.
“Tiga daerah ini mungkin masih ada kondisi itu karena masih terisolasi, guru minim, sarana dan prasarana terbatas, ini menjadi tantangan sekaligus memacu kita untuk terus berupaya mengatasi persoalan itu,” kata dia.
Hasil riset ini juga akan disebarkan ke setiap dinas yang bersangkutan dengan enam isu yang telah didokumentasikan sehingga dalam penyusunan program kerja selalu berlandas pada hasil riset itu.