Gerbang Kesuksesan Anda
Beli Tema IniIndeks
Bisnis  

Senja kala di Sungai Chao Phraya

Wto Betting – Apabila diminta menyebutkan tempat terindah di Thailand, tak berlebihan jika menyebut menyusuri indahnya senja di Sungai Chao Phraya sebagai jawabannya.

Kamis (30/11) sore menjelang Matahari berpamitan, pewarta ANTARA beserta tiga jurnalis dari tiga media di Indonesia diundangAstra Honda Motor (AHM) untuk meliput kejuaraan Asia Road Racing Championship (ARRC) 2023 di Sirkuit Internasional Chang, Buriram, Thailand, pada Sabtu-Minggu (2-3/12). Para wartawan itu sejenak menapakkan kaki di kawasan sungai dengan panjang kurang lebih 372 kilometer (km) dengan lebar antara 200 sampai 1.200 meter itu.

banner 325x300

Tepian sungai Chao Phraya yang kami kunjungi berada satu komplek dengan Asiatique The Riverfront, yang kira-kira memakan waktu kurang lebih satu jam dari Bandar Udara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand.

Sungai Chao Phraya, sungai yang membelah beberapa kota di Thailand itu, sedang cantik-cantiknya waktu itu di kala kami berempat datang sekitar pukul empat sore.

Sungai Chao Phraya menjadi saksi sejarah di Thailand setidaknya sejak abad ke-15. Kuil-kuil dan istana-istana yang berdiri di sepanjang sungai yang bermuara di Teluk Thailand itu menjadi bukti arsitektur tradisional yang memukau mata. Namun, di tepi sungai berjuluk “Sungai Para Raja” yang kami kunjungi saat itu tak menampakkan sentuhan peribadatan atau rumah para raja. Sentuhan modern mengubahnya menjadi satu pusat wisata yang membuahkan kesejahteraan bagi masyarakat di sekitarnya.

Kala itu, Matahari senja yang sedang kuning kemerahan, dengan tiupan angin yang tak begitu panas dan tak begitu menyejukkan, menjadi penghias di antara lalu-lalang kapal pesiar yang seolah mengucapkan selamat datang dan gedung-gedung mewah di tepi sungai yang seolah melambai.

Pemandangan itu seketika dimanfaatkan para wisatawan untuk mengabadikan foto. Begitu juga kami. Tampak pula, wisatawan juga langsung menyerbu sebuah area untuk menikmati pesona Sungai Chao Phraya lebih dekat dengan mengantri untuk menunggu giliran menaiki beberapa kapal pesiar seperti White Orchid River Cruise, Chao Phraya Princess Cruise, Loy Nava Dinner Cruises, dan Grand Pearl Luxury River Cruise & Dining Experience yang diberi tiket bervariasi mulai dari 1.400 baht Thailand (sekitar Rp616 ribu).

Bulatan Matahari senja semakin sempurna di atas megahnya sungai yang mempunyai tempat tersendiri bagi warga Bangkok itu. Syahdan, sebuah kapal pesiar dengan tiga tiang tinggi yang berlabuh abadi di tepi Sungai Chao Phraya akhirnya menjadi pelabuhan kami berikutnya.

Bersantap di Sirimahannop

Sirimahannop namanya, sebuah nama restoran yang menyajikan sensasi dinner bagi pengunjungnya di atas kapal pesiar yang kini sudah berlabuh permanen di tepian Sungai Chao Phraya.

Usai menapakkan kaki di restoran yang mulai buka pukul 16.00 hingga 24.00 waktu setempat itu, seketika mata akan melihat banyaknya ornamen bersejarah seperti peralatan sehari-hari, patung-patung, hingga foto-foto tentang apa yang terjadi di masa lalu, yang langsung membawa pikiran melintasi mesin waktu.

Pantas saja, Sirimahannop memang dikenal sebagai replika kapal angkatan laut Kerajaan Thailand tempo dulu, tepatnya pada masa Kerajaan Rama V (1868-1910). Dulunya, replika kapal angkatan laut kerajaan Thailand ini digunakan untuk mengangkut kayu jati dan kekayaan alam lainnya untuk dijual ke bangsa Eropa guna mendapatkan batu bara yang dibawa kembali ke Bangkok.

Tidak hanya untuk perdagangan, kapal ini dahulunya juga saksi sejarah sebagai pelindung ibu kota Thailand dari invasi perang Prancis-Siam (nama lama Thailand), pada 1893.

Sentuhan klasik sangat kental tercermin dari bagaimana pemilihan bentuk dan tekstur sebagian besar ornamen di dalam atau atas kapal yang menggunakan motif kayu mengkilap. Juga, sentuhan pemberian sofa berwarna putih menjadikan sentuhan klasik Sirimahannop terasa sempurna.

Restoran ini mengusung hidangan yang didominasi makanan alas Thailand dan Eropa. Konsep ini diambil secara otentik dari berlayarnya kapal yang kerap menyinggahi pelabuhan-pelabuhan di benua biru.

Kami sejenak bersantai dengan memilih tempat yang berdekatan dengan dapur mewah restoran sambil menyaksikan senja yang sebentar lagi tenggelam di ufuk barat Sungai Chao Phraya dengan latar Jembatan Krung Thep dan Rama III itu.

Dua piring fish taco, makanan khas Meksiko yang dibungkus lipatan tortilla dengan isi ikan dan sayuran, menjadi teman di meja. Untuk penyegar dahaga, jari-jemari memilih minuman khas Italia yang dibuat dari espreso dan susu, yaitu cappucino.

Dua makanan itu tak tertandingi rasanya. Hari Kamis yang kebetulan menjadi penutup November, terasa semakin lengkap. Sebab, sesuap fish taco atau seteguk cappucino menjadi teman ternikmat bersama nyala lampu kota dan bintang-bintang yang mulai menerangi Sungai Chao Phraya.

Berburu buah tangah di Asiatique

Puas menyusuri tepi Sungai Chao Phraya, langkah kaki dibawa untuk menjelajah pusat oleh-oleh di Negeri Gajah Perang bernama Asiatique The Riverfront, yang semakin malam semakin ramai dikunjungi.

Kawasan ini dulunya adalah gudang pelabuhan sebelum kemudian diresmikan menjadi pusat perbelanjaan pada 27 April 2012 menggantikan Suan Lum Night Bazaar yang tutup pada 2010.

Aquatique mempunyai empat distrik, yaitu Waterfront, Town Square, Charoenkrung, dan Factory, dimana di dalamnya terdapat ribuan kios toko dan puluhan restoran.

Di sini para pelancong akan menemukan banyak cindera mata sebagai tanda pernah menginjakkan kaki di bumi Thailand, mulai kuliner, aksesoris, hingga pakaian. Ada pula arena tempat bermain dalam wujud bianglala yang besar dan juga merry-go-round.

Selain itu, Asiatique juga menawarkan berbagai acara hiburan pada hari-hari tertentu, seperti perayaan natal dan tahun baru.

Tujuan pertama kami adalah Tai Mei Fu, kios toko yang menjajakan banyak kuliner khas yang aneka macamnya membuat kami semakin antusias memberikan kepada sanak saudara di rumah.

Puas membawa aneka makanan khas, kami memanjakan tubuh dengan belok menuju kios pakaian yang memamerkan baju atau celana dengan motif gajah putih atau tuktuk, transportasi tradisional Thailand beroda tiga yang hampir mirip dengan Bajaj di Jakarta.

Langkah kami kemudian melewati sebuah gapura besar bertuliskan “Asiatique The Rivermont” di dinding berwarna merah, tanda perpisahan setelah puas menjelajah sebuah kawasan yang ada di Charoen Krung Road, Wat Phraya Krai, Bang Kho Laem, Bangkok itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *